“tak pernah aku merasa dawat mataku tumpah seperti ini untuk mencatatmu. puisi ini puisi yang menangis. aku tak bisa
menangkapmu lebih jauh lagi. aku kehilanganmu, dan kota
tambang ini terlihat lebih menyakitkan dari atas sini.” Continue reading Sajak Kota Tambang
Perburuan
“aku bayangan anjing hitam di tepi danau itu, bayangan dari
matamu, ketika bulan penuh dan riak surut ke pusat denyut.”
“hantu apa yang kau pelihara hingga terjaga sepanjang malam?
jangan melibatkan aku dalam pertempuran-pertempuran
sengitmu itu lagi.” Continue reading Perburuan
Toko Serba Lima Ribu
satu set mainan anak-anak, tusuk gigi, dan satu pak pengorek
telinga. ibuku boneka hiu gergaji, ayahku kampak bermata dua
seperti dalam cerita silat di televisi. kau ingin menyebut nama-
nama pemilik bibir yang pernah mengucapkan cinta dan hidup
dalam kenanganmu. tapi orang-orang masuk dan keluar
membawa apa saja menjauh dari pintu.”
Sajak-sajak dari Lesat Bis
(catatan atas buku Manusia Utama karya Y. Thendra BP)
Oleh Deddy Arsya
(1)
Saya tinggalkan tempat saya yang di sana menuju saya yang di sini. Setiap orang seperti penumpang kereta yang meninggalkan apa yang ada di belakangnya: orang-orang yang menaiki keretanya sendiri. Setiap orang hanya penumpang.“Aku hanya penumpang,” tulis sebuah sajak. Saya adalah yang terus dibawa lesat. Ingatanlah yang ‘mengembalikan’ saya. Ingatan akan sesuatu ‘yang di sana’, sementara saya (si aku lirik) sekarang adalah ‘di sini’, di sini yang juga terus berjalan. Di sini yang usianya sebentar saja untuk menjadi yang di sana. Bukan hadir di sini yang pelik, tapi mengulang/mengembalikan apa yang di sana, yang kata seorang filsuf sejarah “berlalu hanya 5 menit yang lewat” itulah yang rumit. Continue reading Sajak-sajak dari Lesat Bis